Thursday, December 8, 2011

Makalah "ETIKA ISLAM BERSTATUS INSAN KAMIL"

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.          Latar Belakang
Secara garis besarnya kegiatan ini di awali dengan telaah konsep ajaran Nahwu yang memuat ajaran tentang Pembentukan Akhlaq Al-Karimah, baik yang termuat dalam kitab suci Al-Qur’an maupun dalam Hadits. Lebih lanjut konsep ini akan memberikan gambaran menyeluruh tentang hubungan timbal balik antara pencipta, manusia dan lingkungannya dalam konteks pembentukan insan kamil (yang berfklaq al-karimah) sebagai tujuan akhir pendidikan Islam.
Disini tergambar kejelasan mengenai hubungan dan keterkaitan manusia yang berkahlaq al-karimah dengan nilai-nilai Ilahiyat dalam bersikap dan bertingkah laku, dilihat dari sudut pandang pendidikan Islam.
Khalayak biasanya mengartikan "insan kamil" sebagai manusia sempurna, Sebagai aktualisasi dan contoh yang pernah ada hidup di permukaan bumi ini adalah sosok Rasulullah Muhammad Saw. Tapi sayang sosok Nabi yang agung ini hanya dilihat dan diikuti dari segi fisik dan ketubuhan beliau saja. Artinya Beliau hanya dilihat secara partial saja, padahal kita mau membicarakan kesempurnaan beliau. Lalu berduyun duyunlah "pakar" Islam dari masa ke masa menulis, menganjurkan, bahkan menjadi perintah yang hampir mendekati taraf "wajib", kepada umat Islam untuk mengikuti contoh "perilaku" Nabi sampai kepada yang sekecil-kecilnya.
Akan tetapi dari sekian banyak perintah itu sayangnya "sebagian besar" hanya tertuju kepada mengikuti contoh perilaku fisik Rasulullah, sehingga begitu banyaknya kita lihat manusia dengan "atribut fisik" mirip Rasulullah. Tampilan fisik kita bukan saja mirip dalam segi pakaian dan ciri ketubuhan lainnya, akan tetapi juga mirip dalam ritual dan gerakan-gerakan bahkan bacaan-bacaan dalam ibadah beliau.

1.2.          Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka perumusan masalah yang diajukan adalah sebagai berikut.
a.       Bagaimana etika menurut islam dan insan kamil?
b.      Bagaimana Konsep etika menurut islam?
c.       Bagaimana Ciri-ciri Insan kamil?
d.      Bagaimana Proses pembentukan Insan kamil?
e.       Bagaimana penerapan etika menurut islam untuk membentuk insan kamil?

1.3.          Tujuan
Tujuan penulis menyusun makalah ini adalah sebagai berikut.
a.       Memahami etika menurut islam dan insan kamil?
b.      Memahami Konsep etika menurut islam?
c.       Mengetahui Ciri-ciri Insan kamil?
d.      Memahami Proses pembentukan Insan kamil?
e.       Memahami penerapan etika menurut islam untuk membentuk insan kamil?

1.4.          Manfaat
Secara teoritis makalah ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan bagi penulis serta pembaca. Dengan memahami masalah-masalah yang berkaitan dengan etika menurut islam yang berstatus insan kamil, maka penulis serta pembaca dapat membentuk menjadi pribadi yang lebih baik sesuai dengan etika islam dalam membentuk insan kamil.





BAB II
PEMBAHASAN

2.1.     Pengertian
 Etika dalam ajaran Islam tidak sama dengan apa yang diartikan oleh para ilmuan barat. Bila etika barat sifatnya ”antroposentrik” (berkisar sekitar manusia), maka etika islam bersipat ”teosentrik” (berkisar sekitar Tuhan). Dalam etika Islam suatu perbuatan selalu dihubungkan dengan amal saleh atau dosa dengan pahala atau siksa, dengan surga atau neraka (Musnamar, 1986: 88).
Etika dalam islam adalah sebagai perangkat nilai yang tidak terhingga dan agung yang bukan saja beriskan sikap, prilaku secara normative, yaitu dalam bentuk hubungan manusia dengan tuhan (iman), melainkan wujud dari hubungan manusia terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Insan kamil berasal dari bahasa Arab, yaitu dari dua kata: Insan dan kamil. Secara harfiah, Insan berarti manusia, dan kamil berarti yang sempurna. Dengan demikian, insan kamil berarti manusia yang sempurna
Insan kamil tidak lain adalah sang mukmin, yang dalam dirinya terdapat kekuatan, wawasan, perbuatan, dan kebijaksanaan. Sifat-sifat luhur ini dalam wujudnya yang tertinggi tergambar dalam akhlak Nabi SAW. Insan kamil adalah sang mukmin yang merupakan makhluk moralis, yang dianugerahi kemampuan rohani dan agamawi. Untuk menumbuhkan kekuatan buruk dalam dirinya, sang mukmin senantiasa meresapi dan menghayati akhlak Ilahi.
2.2.     Konsep Etika Menurut Islam
Merupakan salah satu dari tiga kerangka dasar ajaran Islam yang memiliki kedudukan yang sangat penting, di samping dua kerangka dasar lainnya. Akhlak merupakan buah yang dihasilkan dari proses menerapkan aqidah dan syariah. Ibarat bangunan, akhlak merupakan kesempurnaan dari bangunan tersebut setelah fondasi dan bangunannya kuat. Jadi, tidak mungkin akhlak ini akan terwujud pada diri seseorang jika dia tidak memiliki aqidah dan syariah yang baik. Dengan pemahaman yang jelas tentang konsep akhlak, kita akan memiliki pijakan dan pedoman untuk mengarahkan tingkah laku kita sehari-hari, sehingga kita memahami apakah yang kita lakukan benar atau tidak, termasuk akhlak mahmudah (mulia) atau akhlak madzmumah (tercela).
Adapun konsep etika menurut pandangan islam adalah sebagai berikut :
1.      Akhlak Sebagai Kewajiban Fitriah
Dalam al-Quran ditemukan banyak sekali pokok-pokok keutamaan akhlak yang dapat digunakan untuk membedakan perilaku seorang Muslim, seperti perintah berbuat kebajikan (albirr), menepati janji (al-wafa), sabar, jujur, takut pada Allah SWT, bersedekah di jalan Allah, berbuat adil, dan pemaaf.
Keharusan menjunjung tinggi akhlak karimah lebih dipertegas lagi oleh Nabi Saw. dengan pernyataan yang menghubungkan akhlak dengan kualitas kemauan, bobot amal, dan jaminan masuk surga.
Dalam hadis yang lain Nabi Saw. Bersabda yang artinya:
Artinya: Sesungguhnya orang yang paling cinta kepadaku di antara kamu sekalian dan paling dekat tempat duduknya denganku di hari kiamat adalah yang terbaik akhlaknya di antara kamu sekalian ...” (HR.al-Tirmidzi).
2.      Sumber Akhlak Islam
Sumber untuk menentukan akhlak dalam Islam, apakah termasuk akhlak yang baik atau akhlak yang tercela, sebagaimana keseluruhan ajaran Islam lainnya adalah al-Quran dan Sunnah Nabi Muhammad Saw. Baik dan buruk dalam akhlak Islam ukurannya adalah baik dan buruk menurut kedua sumber itu, bukan baik dan buruk menurut ukuran manusia. Sebab jika ukurannya adalah manusia, maka baik dan buruk itu bisa berbeda-beda.  Seseorang mengatakan bahwa sesuatu itu baik, tetapi orang lain belum tentu menganggapnya baik. Begitu juga sebaliknya, seseorang menyebut sesuatu itu buruk, padahal yang lain bisa saja menyebutnya baik. Melalui kedua sumber inilah kita dapat memahami bahwa sifatsifat sabar, tawakkal, syukur, pemaaf, dan pemurah termasuk sifat-sifat yang baik dan mulia. Sebaliknya, kita juga memahami bahwa sifat-sifat syirik, kufur, nifaq, ujub, takabur, dan hasad merupakan sifat-sifat tercela. Jika kedua sumber itu tidak menegaskan mengenai nilai dari sifat-sifat tersebut, akal manusia mungkin akan memberikan nilai yang berbeda-beda. Manusia dengan hati nuraninya dapat juga menentukan ukuran baik dan buruk, sebab Allah memberikan potensi dasar kepada manusia berupa tauhid. Allah Swt. Berfirman yang artinya:
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)".” (QS. al-A’raf (7): 172).
Apapun yang diperintahkan oleh al-Quran dan Sunnah pasti bernilai baik untuk dilakukan, sebaliknya yang dilarang oleh al-Quran dan Sunnah pasti bernilai baik untuk ditinggalkan.
3.      Ruang Lingkup Akhlak Islam
Secara umum akhlak Islam dibagi menjadi dua, yaitu akhlak mulia (al-akhlaq al-mahmudah/al-karimah) dan akhlak tercela (al-akhlaq al-madzmumah/ qabihah). Akhlak mulia adalah yang harus kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari, sedang akhlak tercela adalah akhlak yang harus kita jauhi jangan sampai kita praktikkan dalam kehidupan kita sehari-hari. Dilihat dari ruang lingkupnya akhlak Islam dibagi menjadi dua bagian, yaitu akhlak terhadap Khaliq (Allah Swt.) dan akhlak terhadap makhluq (selain Allah).
  1. Akhlak terhadap Allah Swt.
Orang Islam yang memiliki aqidah yang benar dan kuat, berkewajiban untuk berakhlak baik kepada Allah Swt. Dengan
cara menjaga kemauan dengan meluruskan ubudiyah dengan dasar tauhid,
1.       menaati perintah Allah atau bertakwa,
2.       ikhlas dalam semua amal,
3.      cinta kepada Allah,
4.      takut kepada Allah,
5.      berdoa dan penuh harapan (raja’) kepada Allah Swt.berdzikir,
6.      bertawakal setelah memiliki kemauan dan ketetapan hati, bersyukur dan,
7.      bertaubat serta istighfar bila berbuat kesalahan, rido atas semua ketetapan Allah
8.      dan berbaik sangka pada setiap ketentuan Allah.
  1. Akhlak terhadap Sesama Manusia
Akhlak terhadap sesama manusia harus dimulai dari akhlak terhadap Rasulullah Saw., sebab Rasullah yang paling berhak dicintai, baru dirinya sendiri. Di antara bentuk akhlak kepada Rasulullah adalah cinta kepada Rasul dan memuliakannya ,
1.      taat kepadanya , serta mengucapkan shalawat dan salam kepadanya.
2.      berakhlak kepada dirinya sendiri, manusia yang telah diciptakan dalam sibghah Allah Swt. dan dalam potensi fitriahnya berkewajiban menjaganya dengan cara memelihara kesucian lahir dan batin, memeliharakerapihan, tenang,menambah pengetahuan sebagai modal amal, membina disiplin diri
3.      Akhlak terhadap keluarga dapat dilakukan, misalnya dengan berbakti kepada kedua orang tua dan bertutur kata yang baik dalam keluarga.
4.      Ahlak terhadap tetangga dapat dilakukan, kita menjaga silaturahmi yang baik terhadap sesama karena kebersamaan terhadap tetangga itu sangat penting.
4.       Akhlak kepada Lingkungan
Lingkungan yang dimaksud adalah segala sesuatu yang berada di sekitar manusia, yakni binatang, tumbuhan, dan benda mati. Akhlak yang dikembangkan adalah cerminan dari tugas kekhalifahan di bumi, yakni untuk menjaga agar setiap proses pertumbuhan alam terus berjalan sesuai dengan fungsi ciptaan- Nya. Dalam al-Quran Surat al-An’am (6): 38 dijelaskan bahwa binatang melata dan burung-burung adalah seperti manusia yang Menurut Qurtubi tidak boleh dianiaya (Shihab, 1998: 270). Baik di masa perang apalagi ketika damai akhlak Islam menganjurkan agar tidak ada pengrusakan binatang dan tumbuhan kecuali terpaksa, tetapi sesuai dengan sunnatullah dari tujuan dan fungsi penciptaan (QS. al-Hasyr (59): 5).
5.      Kemuliaan Akhlak dalam Islam
Dalam pandangan para humanis dan juga menurut kultur yang berkembang saat ini, setiap orang diklaim, karena ia manusia, mempunyai nilai alami kemuliaan, sekalipun misalnya pernah melakukan pembunuhan dan kejahatan. Berbeda dengan Islam yang memandang ada dua jenis kemuliaan, yaitu:
  1. kemuliaan umum, yakni bahwa setiap manusia tanpa peduli apa perilakunya memiliki kemuliaan. Kemuliaan jenis ini adalah kemuliaan ciptaan yang memang Allah Swt. telah menjadikan manusia sebagai ahsani-taqwim (QS. al-Tin (95): 4). Kemuliaan yang dimiliki manusia ini adalah karena manusia diberi akal pikiran sedang makhluk yang lain tidak. Demikian pula Allah dengan tegas sudah menyatakan tentang kemuliaan bani Adam. Dengan firman Allah  yang artinya:
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” (QS. al-Isra’ (17): 70).
  1. Jenis kemuliaan yang kedua adalah kemuliaan yang dicapai dan dijangkau dengan kehendak dan pilihan bebas manusia. Di sinilah manusia akan dinilai siapa yang paling baik danberlomba-lomba untuk beramal kebajikan. Dalam kemuliaan jenis ini manusia tidak semuanya sama. Bahkan jika seseorang tidak berusaha dan mengerjakan amal kebajikan bisa terjatuh derajatnya sedemikian rupa menjadi lebih rendah dari binatang. Terkait dengan hal ini Allah Swt. Berfitman yang artinya:
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (QS. al-A’raf (7): 179).
Kemuliaan seseorang dengan demikan akan sangat ditentukan oleh kerja kerasnya untuk senantiasa melaksanakan kebajikan dan juga ditentukan oleh kualitas amaliahnya.
6.      Baik dan Buruk dalam Pandangan Al-Quran
Berbicara masalah akhlak maka tidak bisa lepas dari dua sifat yang selalu bertentangan tetapi selalu terjadi dan menghiasi semua perilaku manusia, yakni masalah baik dan buruk. Karena ini pula maka secara umum akhlak itu bisa berkategori baik (akhlaq mahmudah) dan bisa berkategori buruk (akhlaq madzmumah). Al-Quran memberikan beberapa kosakata yang dapat diterjemahkan dengan baik dan buruk, tetapi banyak di antara kata-kata itu yang terutama merupakan kata-kata deskriptif dan indikatif. Dalam pemakaian aktual kata-kata itu juga membawa maksud untuk memberikan penilaian (Izutsu, 1993: 245).
Al-Quran membagi sifat-sifat manusia menjadi dua kelompok yang sama sekali bertentangan, yang menurut kenyataan sifat-sifat tersebut sangat bertentangan dan sangat kongkret, dan menurut semantik terlampau sarat dengan apa yang disebut baik dan buruk atau benar dan salah. Dua sifat itu tercermin dalam bentuk perilaku yang positif (akhlak mulia) dan perilaku yang negatif (akhlak tercela). Ukuran yang paling pokok untukmembedakan perilaku ini adalah masalah keimanan (kepercayaan) kepada Allah, Pencipta seluruh makhluk.

2.1.      Ciri-Ciri Insan Kamil
Menurut Murthadho Muttari manusia sempurna (Insan Kamil) yakni mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1.      Jasmani yang sehat serta kuat dan berketerampilan.
Orang islam perlu memiliki jasmani yang sehat serta kuat, terutama berhubungan dengan penyiaran dan pembelaan serta penegakkan agama islam. Dalam surah al-Anfal : 60, disebutkan agar orang islam mempersiapkan kekuatan dan pasukan berkuda untuk menghadapi musuh-musuh Allah. Jasmani yang sehat serta kuat berkaitan pula dengan menguasai keterampilan yang diperlukan dalam mencari rezeki untuk kehidupan.
2.       Cerdas serta pandai.
Cerdas ditandai oleh adanya kemampuan menyelesaikan masalah dengan cepat dan tepat, sedangkan pandai ditandai oleh banyak memiliki pengetahuan (banyak memiliki informasi). Didalam surah az-Zumar : 9 disebutkan sama antara orang yang mengetahui dan orang yang tidak mengetahui, sesungguhnya hanya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.
3.       Ruhani yang berkualitas tinggi.
Kalbu yang berkualitas tinggi itu adalah kalbu yang penuh berisi iman kepada Allah, atau kalbu yang taqwa kepada Allah. Kalbu yang iman itu ditandai bila orangnya shalat, ia shalat dengan khusuk, bila mengingat Allah kulit dan hatinya tenang  bila disebut nama Allah bergetar hatinya bila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, mereka sujud dan menangis.
Sifat – sifatnya manusia yang sempurna terdiri dari : Keimanan, Ketaqwaan, Keadaba, Keilmuan, Kemahiran, Ketertiban, Kegigihan dalam kebaikan dan kebenaran, Persaudaraan, Persepakatan dalam hidup, Perpaduan dalam umah.
Untuk cara-cara mencapainya ialah dengan :
·         Ilmu taubat dengan syarat – syaratnya menghindari dari yang menyebabkan nafsu dengan mengawalnya dengan mendisiplinkan pergaulan dan harta serta mengambilkan yang halal dan membelanjakan dalam perkara halal, kemudian disertai dengan berhemat.
·         Berjaga – jaga supaya amalan tidak binasa oleh niat-niat yang merobohkannya seperti ria digantikan dengan ikhlas.
·         Keadaan tergesa-gesa digantikan dengan sabar.
·         Tidak cermat digantikan dengan sifat cermat menyelamatkan diri daripada kelesuan.
·         Dengan mengamalkan sifat harap dan takut, maksudnya harap bahwa Allah akan menerima amalan dan menyelamatkan kita, takut kalau-kalau Allah tidak mengampuni kita dan menerima amalan kita.
·         Mengamalkan sifat puji dan syukur dalam hidup terhadap Allah juga terhadap makhluk yang menjadi wasilah atau perantara sampainya nikmat Allah kepada kita. Puji dan syukur itu dapat berupa rasa gembira dan syukur terhadap nikmat Allah dan lidah mengucapkan kesyukuran, al-hamdulillah, serta dengan melakukan perbuatan – perbuatan yang dirhidoi Allah SWT.
Adapun beberapa ciri – ciri atau kriteria Insan Kamil yang dapat kita lihat pada diri Rasulullah SAW yakni 4 sifat yakni :\
  1.  Sifat amanah (dapat dipercaya)
Amanah / dapat dipercaya maksudnya ialah dapat memegang apa yang dipercayakan seseorang kepadanya walaupun hanya sesuatu yang kita anggap kurang berharga. Di zaman seperti sekarang ini sangat sulit menemukan sifat manusia yang seperti itu, sebab bila kita lihat sekarang ini hidup di dunia sangat sulit maka untuk bisa memenuhi hasrat dan kebutuhannya manusia pun menghalalkan segala cara. Walaupun ada, sifat amanah ini dimiliki hanya orang – orang yang mengerti tentang kehidupan di masa sekarang dan di masa yang akan datang, maksudnya ia telah menyadari bahwa kehidupan di dunia ini hanya sementara dan kehidupan yang kekal dan abadi hanya di alam akhirat dengan dasar itulah orang – orang yang memiliki sifat amanah dapat menerapkannya di kehidupannya sehari – hari.

  1. Sifat fathanah (cerdas)
Seseorang yang memiliki kepintaran di dalam bidang fomal atau di sekolah belum tentu dia dapat cerdas dalam menjalani kehidupannya, sebab bila kita lihat kenyataan di masyarakat bahwa banyak sarjana yang telah menyelesaikan studinya hanya menjadi pengangguran yang tak dapat mengembangkan semua pengetahuan yang didapatnya itu menunjukkan bahwa ia bukanlah seseorang yang cerdas. Cerdas ialah sifat yang dapat membawa seseorang dalam bergaul, bermasyarakat dan dalam menjalani kehidupannya untuk menuju yang lebih, tapi sifat cerdas ini tidaklah dimiliki setiap orang. Walaupun ada hanya sedikit orang yang memiliki kecerdasan, biasanya orang memiliki kecerdasan ini adalah orang telah mengalami banyak pengalaman hidup yang dapat berguna di dalam menjalani kehidupan.

  1. Sifat siddiq (jujur)
Jujur adalah sebuah kata yang sangat sederhana sekali dan sering kita jumpai, tapi sayangnya penerapannya sangat sulit sekali di dalam bermasyarakat. Entah dikarenakan apa dan kenapa kita sebagai manusia sangat sulit sekali untuk berlaku jujur baik jujur dalam perkataan dan perbuatan. Sifat jujur sering sekali kita temui di dalam kehidupan sehari – hari tapi tidak ada sifat jujur yang murni maksudnya ialah, sifat jujur tersebut mempunyai tujuan lain seperti mangharapkan sesuatu dari seseorang barulah kita bisa bersikap jujur.

  1. Sifat Tabligh (menyampaikan)
Maksudnya tabligh disini ialah menyampaikan apa yang seharusnya di dengar oleh orang lain dan berguna baginya. Tentunnya sesuatu yang akan disampaikan itu pun haruslah sesuatu yang benar dan sesuai dengan kenyataan.
2.2.          Proses Pembentukan Insan Kamil
  1. Proses Pembentukan Kepribadian.
Dapat dipahami bahwa insan kamil merupakan manusia yang mempunyai kepribadian muslim yang diartikan sebagai identitas yang dimiliki seseorang sebagai ciri khas dari keseluruhan tingkah laku baik yang ditampilkan dalam tingkah laku secara lahiriyah maupun sikap batinnya. Tingkah laku lahiriyah seperti kata-kata, berjalan, makan, minum, berhadapan dengan teman, tamu, orang tua, guru, teman sejawat, anak famili dan lain-lainnya.
Sedangkan sikap batin seperti penyabar, ikhlas, tidak dengki dan sikap terpuji lainnya yang timbul dari dorongan batin, yakni terwujudnya perilaku mulia sesuai dengan tuntunan Allah SWT, yang dalam istilah lain disebut akhlak mulia yang ditempuh melalui proses pendidikan Islam. Sabda Rasululah SAW yang artinya:
“sesungguhnya aku diutus adalah untuk membetuk akhlak mulia” Dalam kaitan dengan hal itu dalam satu hadits beliau pernah bersabda :
“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya”.
Tampak jelas bagaiman eratnya hubungan antara keimanan seseorang dengan ketinggian akhlaknya, Muhammad Abdullah Darraz mengemukakan bahwa “ Pendidikan akhlak berfungsi sebagai pemberi nilai Islam”. Dengan adanya nilai-nilai islam itu dalam diri seseorang atau ummah akan terbentuklah kepribadiannya sebagai kepribadian muslim.
  1. Kepribadian Muslim.
Kepribadian muslim dapat dilihat dari kepribadian orang perorang (individu) dan kepribadian dalam kelompok masyarakat (ummah). Kepribadian individu meliputi ciri khas seseorang dalam sikap dan tingkahlaku, serta kemampuan intelektual yang dimilikinya. Kepribadian ummah merupakan kepribadian yang satu, tidak terpisah melainkan terintegrasi dalam satu pola kepribadian yang sama.
a.       Pembentukan Kepribadian Muslim sebagai Individu
Proses pembentukan kepribadian muslim sebagai individu dapat dilakukan melalui tiga macam pendidikan.
1.      Pranata Education (Tarbiyah Golb Al-Wiladah)
Proses pendidikan jenis ini dilakukan secara tidak langsung. Proses ini dimula disaat pemilihan calon suami atau istri dari kalangan yang baik dan berakhlak. Sabda Rasulullah SAW : “ Pilihlah tempat yang sesuai untuk benih (mani) mu karena keturunan. Kemudian dilanjutkan dengan sikap prilaku orang tua yang islam”.
2.      Education by Another (Tarbiyah Ma’aghoirih).
Proses pendidikan ini dilakukan secara langsung oleh orang lain (orang tua di rumah tangga, guru di sekolah dan pemimpin di dalam masyarakat dan para ulama). Manusia sewaktu dilahirkan tidak mengetahui sesuatu tentang apa yang ada dalam dirinya dan diluar dirinya. Firman Allah SWT yang artinya : (Dan Allah mengeluatkan kamu dari perut ibumu tidaklah kamu mengetahui apapun dan Ia menjadikan bagimu pendengaran, penglihatan dan hati”) ( Q.S. An-Nahl : 78 ).
Oleh karena itu diperlukan orang lain untuk mendidik manusia supaya dia mengetahui tentang dirinya dan lingkungannya.
3.      Self Education (Tarbiyah Al-Nafs)
Proses ini dilaksanakan melalui kegiatan pribadi tanpa bantuan orang lain seperti membaca buku-buku, majalah, Koran dan sebagainya melalui penelitian untuk menemukan hakikat segala sesuatu tanpa bantuan orang lain. Menurut Muzayyin, Self Education timbul karena dorongan dari naluri kemanusiaan yang ingin mengetahui. Ia merupakan kecenderungan anugrah Tuhan. Dalam ajaran islam yang menyebabkan dorongan tersebut adalah hidayah. Firman Allah SWT yang artinya : (“Tuhan kami adalah (Tuhan) yang telah memberikan kepada tiap-tiap makhluk bentuk kejadiannya kemudian memberinya petunjuk”) (QS. Thoha:50)
b.      Pembentukan Kepribadian Muslim sebagai Ummah.
Komunitas muslim ini disebut ummah. Abdullah al-Darraz membagi kajian pembentukan itu menjadi empat tahap, sebagaimana dikutip sebagai berikut :
1.      Pembentukan nilai-nilai Islam dalam keluarga
Bentuk penerapannya adalah: dengan cara melaksanakan pendidikan akhlak di lingkungan rumah tangga, langkah-langkah yang di tempuh adalah:
·      Memberikan bimbingan untuk berbuat baik kepada kedua orang tua
·      Memelihara anak dengan kasih sayang
·      Member tuntunan akhlak kepada anggota keluarga
·      Membiasakan untuk menghargai peraturan-peraturan dalam rumah tangga
·      Membiasakan untuk memenuhi hak dan kewajiban antara kerabat seperti silatuhrahmi
2.      Pembentukan nilai-nilai islam dalam hubunga social
Kegiatan pembentukan hubungan sosial mencangkup sebagai berikut:
·      Melatih diri untuk tidak melakukan perbuatan keji dan tercela seperti menipu membunuh dan menjadi rentenir
·      Mempererat hubungan kerjasama
·      Menggalakan perbuatan terpuji dan member manfaat dalam kehidupan bermasyarakat seperti memaafkan, dan menepati janji
·      Membina hubungan menurut tatatertib seperti berlaku sopan, meminta izin ketika masuk rumah berkata baik serta menjawab salah.
·      Perbuatan nilai-nilai islam dalam berkehidupan sosial bertujuan untuk menjaga dan memelihara keharmonisan hubungan antar sesame anggota masyarakat.
2.3.     Peranan Etika menurut islam dalam Pembentukan Insan Kamil
Penerapan etika menurut pandangan islam dalam pembentukan insan kamil dalam kehidupan sehari – hari bukanlah perkara mudah, karena dari segi arti saja etika menuruk panadangan islam adalah ahlak yang baik dan  insan kamil yaitu manusia yang sempurna. Sedangkan manusia sendiri, seperti yang telah kita ketahui tak ada yang terlahir dengan sempurna. Manusia adalah tempat segala kesalahan dan kekhilafan berasal.
Namun kesempurnaan yang dimaksudkan di sini bukanlah kesempurnaan dalam arti tak pernah melakukan kesalahan sama sekali. Tak ada manusia yang tak pernah melakukan kesalahan, itu kodrat. Karena itulah telah disebutkan sebelumnya bahwa salah satu cara untuk mencapai etika islam ydalam pembentukan  insan kamil adalah dengan bertaubat dengan syarat – syaratnya dan bertaubat hanya dilakukan oleh orang yang merasa melakukan kesalahan.
Meskipun begitu, seseorang yang ingin mencapai tingkatan insan kamil harus tetap menjaga segala tingkah lakunya, agar jangan sampai keluar dari ajaran Islam yang sebenarnya. Disamping itu, seorang insan kamil juga harus menjaga diri dari kesalahan – kesalahan yang mungkin dianggap kecil dalam kehidupan sehari – hari, seperti tergesa – gesa dan tidak cermat. Melahirkan insan yang kamil bukanlah semudah memberi pendidikan secara formal dari kecil sehingga dewasa.
Tanggung jawab dari dalam diri insan itu sendiri. Kesadaran ini bukan saja merangkumi aspek kecintaan terhadap negara, bangsa dan agama malah menyeluruh meliputi keinsafan dan kesedaran tentang tanggungjawab setiap manusia sesama manusia dan kepada Penciptanya. Oleh hal yang demikian itu, pembelajaran dan pendidikan sepanjang hayat harus terwujud dalam setiap diri manusia. Di zaman sekarang ini sangat sulit bagi kita untuk dapat meihat atau menemukan seseorang yang menerapkan insan kamil di dalam kehidupannya, seperti yang kita tahu insan kamil merupakan perwujudan dari sifat – sifat dan perbuatan nabi Muhammad SAW yang sangat sempurna yang tidak semua orang dapat melakukannya.
Sungguh telah banyak orang yang terpesona dengan keindahan akhlak beliau dan berdecak kagum dengan kepribadian beliau sepanjang sejarah umat manusia. Kekaguman itu mereka ungkapkan ke dalam puisi-puisi, pembacaan-pembacaan maulud dan manaqib Rasulullah Saw.
Merekalah yang benar-benar memahami arti sebuah kebesaran dan keindahan. Entahlah kita, apakah termasuk dari orang yang enggan karena malu, atau karena hati yang keras, sehingga tidak mengenal arti keindahan dan kebesaran pribadi beliau, serta menganggap bahwa memuji dan menyanjung beliau sebagai pengkultusan individu.


BAB III
KESIMPULAN

3.1.Simpulan
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa etika menurut pandangan islam yang dalam membentuk insan kamil merupakan suatu manusia yang mempunyai kepribadian seorang muslim yang diartikan sebagai identitas yang dimiliki seseorang sebagai cirri khas keseluruhan tingkah laku baik yang diampilkan dalam tingkah laku secara lahiriyah maupun sikap batinya. Insan kamil sendiri merupakan suatu sosok manusia yang mempunyai kepribadian muslim yang sempurna. Insan berarti menunjukkan pada arti manusia secara totalitas yang secara langsung mengarah pada totalitas, bukan berarti fisiknya namun dari segi sifatnya. Sedangkan kata yang berarti sempurna, hal ini digunakan untuk menunjukkan pada zat dan sifat.
Dalam hal ini kepribadian muslim merupakan suatu yang lebih abstrak atau suatu yang terlihat lagi dari pada kedewasaan rohaniah. Dan dijelaskan pula tentang konsep etika menurut islam,ciri-ciri Insan kamil, proses pembentukan Insan kamil, penerapan etika menurut islam untuk membentuk insan kamil, hanya ditujukan supaya manusia bisa belajar akan penting prilaku yang baik dan bisa membentuk kepribadian yang lebih baik.

3.2.Saran
               Penulis menyarankan kepada pembuat makalah selanjutnya yang akan membahas materi yang sama, agar melakukan pencarian referensi yang lebih banya lagi, karena dengan seperti itu akan dapat hasil yang lebih optimal, lebih bervariasi dan lebih aktual.


Daftar Pustaka

  1. http://wahdahal-islamiah.blogspot.com/2010/01/pembahasan-pai-dalam-membentuk-insan.html
  2. ensklopedi Islam terbitan ikhtiar baru van hoeve
  3. http://fixguy.wordpress.com/insan-kamil/
  4. http://irdy74.multiply.com/recipes/item/21
  5. http://pusko4u.blogspot.com/2011/10/membentuk-insan-kamil.html
  6. http://republika.co.id:8080/berita/8318/Insan_Kamil



KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Alloh swt. yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul ”ETIKA ISLAM BERSTATUS INSAN KAMIL”
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Etika Profesi. Dalam penulisan ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan karena keterbatasan pengetahuan yang penulis miliki, oleh karena itu kritik dan saran yang konstruktif untuk perbaikan serta kelancaran makalah selanjutnya sangat penulis harapkan.
Besar harapan penulis, makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca dan semoga amal baik yang telah mereka berikan mendapatkan balasan dari Alloh swt. dengan berlipat ganda. Amin.


Ciamis,     Desember 2011
Penyusun







DAFTAR ISI

Hal
Kata Pengantar              .................................................................................................................................         i
Daftar Isi                 ...........................................................................................................................................        ii
BAB I Pendahuluan
1.1.   Latar Belakang              ..................................................................................................................       1
1.2.   Rumusan Masalah             ............................................................................................................       1
1.3.   Tujuan               ...................................................................................................................................       2
1.4.   Manfaat             ...................................................................................................................................       2

BAB II Pembahasan
2.1.Pengertian             ..............................................................................................................................       3
2.2.Konsep Etika Menurut Islam           .........................................................................................       3
2.3.Ciri-Ciri Insan Kamil         ...........................................................................................................          8
2.4.Proses Pembentukan Insan Kamil         ................................................................................     10
2.5.Peranan Etika menurut islam dalam Pembentukan Insan Kamil     ...................     12

BAB III Kesimpulan
3.1.   Simpulan                 ...........................................................................................................................     14
3.2.   Saran               ......................................................................................................................................     14

Daftar Pustaka              ....................................................................................................................................     15

0 Comment's:

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes